Dosen Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Alauddin Makassar, Supriadi, S.E.I., M.E.I. menjadi narasumber Seminar Nasional terkait Ekonomi Kreatif di Universitas Islam Makassar, Senin (10/10/2022).
Seminar Nasional yang bertajuk “Peran
Generasi Milenial dalam Pengembangan Ekonomi Kreatif’’ dihadiri oleh seluruh
mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah FAI UIM dan dibuka langsung oleh Dekan Fakultas
Agama Islam UIM, Dr. Djaenab, S.H.I., M.H.I. dalam sambutannya, ia menyampaikan
pentingnya generasi milenial mempersiapkan diri dalam merespon perubahan yang
terjadi.
‘’Anak-anakku selaku generasi milenial harus mempersiapkan diri dengan
mengupgrade skill atau kemampuan untuk merespon perubahan-perubahan yang begitu
cepat saat ini’’ Ungkap Dr. Djaenab dalam sambutannya.
Dalam seminar nasional ini menghadirkan 2 (dua) narasumber sebagai
pemantik, yaitu; Dr. Djaenab, M.H.I. (Dekan FAI UIM) dan Supriadi, S.E.I.,
M.E.I. (Dosen Perbankan Syariah UIN Alauddin) yang dimoderatori oleh Hadrian
Saputra selaku Pengurus HIMAPRODI Ekonomi Syariah FAI UIM.
Selaku narasumber pertama, Dr. Djaenab membahas tentang peran ekonomi
kreatif dalam mengembangkan ekonomi di Indonesia.
‘’Munculnya ekonomi kreatif di satu sisi disebabkan
keberadaan pelanggan yang semakin cerdas dengan variasi kebutuhan yang berubah
dengan cepat dan kompleks, di sisi lain adanya keterbatasan informasi ekonomi
yang hanya mengandalkan kemajuan dan penerapan IPTEK. Ekonomi kreatif muncul
sejak masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan berlanjut pada
pemerintahan Presiden Joko Widodo sekarang ini. Selain itu, kemunculan industri
di Indonesia juga dikarenakan mulai adanya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) yang
sudah berkembang beberapa tahun sebelumnya. Maka dari itu sangat dibutuhkan dan
menjadi salah satu ciri utama dari ekonomi kreatif mudah diganti atau berubah
Sesuai dengan perkembangan aktivitas ekonomi, kreasi dan inovasi dibutuhkan
agar bisa diterima oleh pasar dan bermanfaat bagi konsumen.’’ Tegas Dr.
Djaenab.
‘’Ekonomi kreatif
menjadi aspek pendukung perekonomian nasional. Adapun ekonomi kreatif merupakan
proses penciptaan, kegiatan produksi dan distribusi barang serta jasa,
yang dalam prosesnya membutuhkan kreativitas dan kemampuan intelektual.
Berdasarkan Data Statistik Indikator Makro Pariwisata dan Ekonomi
Kreatif, kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap perekonomian nasional terus
meningkat dari Rp 526 triliun di 2010, menjadi Rp989 triliun pada 2017.
Kemudian, memberikan kontribusi sebesar Rp1.105 triliun terhadap PDB Indonesia
pada 2019.
Di Indonesia, ekonomi kreatif mulai dikembangkan pada 2006 saat presiden
masa jabatan 2004-2014, Susilo Bambang Yudhoyono, mengembangkan konsep ekonomi
kreatif. Salah satu Perkembangan konsep ekonomi ini masih terus berlanjut
hingga Presiden Joko Widodo mendirikan BEKRAF pada 2015 dan kini telah
disatukan dengan Kemenparekraf.
Adapun sampai Juni 2019, Jawa Barat menjadi provinsi dengan jumlah usaha
ekonomi kreatif terbanyak di Indonesia, yaitu sebanyak 1.504.103 usaha ekonomi
kreatif. Selanjutnya, Jawa Timur di posisi ke-2 dengan jumlah usaha ekonomi
kreatif sebanyak 1.495.148 dan Jawa Tengah sebanyak 1.410.155.’’ Ungkap Dr.
Djaenab.
Sementara, Supriadi selaku narasumber kedua membahas tentang peran
generasi milenial dalam pengembangan ekonomi kreatif di era digital.
‘’ Making
Indonesia 4.0 mencerminkan kesungguhan negara sedang beradaptasi dengan
ragam perubahan besar pada era revolusi industri keempat (Industri 4.0)
sekarang ini. Kewajiban negara pula untuk menyiapkan generasi milenial menjadi
angkatan kerja yang kompetitif dan produktif sepanjang era Industri 4.0 itu. Pemuda
atau generasi milenial sebagai agen perubahan, sebagai sosok yang muda, yang
dinamis, yang penuh energi, yang optimis, diharapkan untuk dapat menjadi agen
perubahan yang bergerak. Lalu siapa generasi milenial itu? Generasi
milenial atau kadang juga disebut generasi Y adalah sekelompok orang yang lahir
kisaran tahun 1981-1996. Maka ini berarti milenial adalah generasi muda yang
berumur 26-41 pada tahun ini.
‘’Lalu apa yang dimaksud Ekonomi
Kreatif itu? Menurut UU No. 24 tahun 2019 Ekonomi Kreatif adalah perwujudan
nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia
yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi. (bab 1,
pasal 1).’’
‘’Ekonomi kreatif merupakan gelombang
ekonomi baru yang lahir pada awal abad ke-21. Gelombang ekonomi baru ini
mengutamakan intelektual sebagai kekayaan yang dapat menciptakan uang,
kesempatan kerja, pendapatan, dan kesejahteraan. Inti dari ekonomi kreatif
terletak pada industri kreatif, yaitu Industri yang digerakkan oleh para
kreator dan innovator. Dalam sebuah wawancara bersama Donna Ghelfi dari World
Intellectual Property Organization (WIPO), John Howkins mengatakan bahwa
ekonomi kreatif sebagai “the creation
of value as a result of idea” (kegiatan ekonomi di mana input dan outputnya
adalah gagasan) disinilah pentingnya peran pemuda akan ide-ide mereka dalam
berkarya sebagai penggerak Ekonomi Kreatif.’’
‘’Adapun tantangan yang dihadapi dalam mengembangan ekonomi kreatif, seperti dikutip dari https://www.investindonesia.go.id. Yaitu ada 5 (lima); Cyber Security, Persaingan yang semakin ketat, Pembangunan sumber daya manusia, Ketersediaan akses internet yang mumpuni, dan Regulasi yang belum mengikuti perkembangan zaman'' Ungkap Supriadi.
Sementara strategi yang ditawarkan dalam menghadapi berbagai tantangan pengembangan ekonomi kreatif, seperti yang dikutip dari (Carunia Mulya Firdausy: 2017), ada 10 (sepuluh), yaitu; 1. Peningkatan kualitas sumber Daya Manusia (SDM) yang kreatif dan inovatif, 2. Peningkatan inovasi dan kreativitas yang berciri keunggulan lokal yang berdaya saing global, 3. Penetapan regulasi/kebijakan yang disertai upaya penegakan hukum (law enforcement), 4. Perlunya insentif bagi pengembangan produk ekonomi kreatif, 5. Dukungan pasar dan pola pengaturannya (ekspor-impor), 6. Penguatan teknologi dan metode yang ramah lingkungan, 7. Mengembangkan ketersediaan material lokal dan optimalisasi pemanfaatannya, 8. Peningkatan kepercayaan dunia perbankan, lembaga permodalan, dan dunia usaha, 9. Adanya aksesibilitas dan konektivitas (jejaring), 10. Mendorong masyarakat yang apresiatif dan mendukung kekayaan intelektual (HKI).
Kegiatan ini, selain dihadiri
mahasiswa, juga dihadiri oleh Ketua Program Studi dan Dosen-Dosen Ekonomi
Syariah FAI UIM serta pengurus lembaga kemahasiwaan, baik internal seperti
pengurus HIMAPRODI, Senat Mahasiswa, dan juga PMII selaku pengurus eksternal.
Seminar ini diakhiri dengan penyerahan
cindera mata dan piagam penghargaan kepada Narasumber.