Hijrah Muamalah
Oleh: Samsul Arifai
Tanggal 1 Muharram senantiasa diperingati sebagai awal tahun baru Hijriah setiap tahunnya. Sebagai suatu momentum bersejarah yang mengingatkan kita kepada salah satu peristiwa penting dalam sejarah peradaban Islam. Tonggak awal lahirnya peradaban modern yang membawa pada perubahan besar, bukan hanya dalam dunia Islam, tetapi juga membawa dampak dan perubahan secara pundamental terhadap peradaban kemanusiaan dunia.
Sejarah itu berawal dari peristiwa hijrahnya Rasulullah Muhammad Saw, dari Makkah ke Madinah (Yastrib), bersama dengan sahabatnya, termasuk sahabat-sahabat terdekatnya, Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib. Di kemudian hari oleh Umar bin Khattab dijadikan sebagai awal penetapan Kalender Hijriah (Kalender Islam) pada masa pemerintahanya.
Peristiwa hijrah tersebut juga merupakan gerbang awal yang menjadi pembuka lahirnya suatu Peraturan Perundangan Modern, yang bernama Piagam Madinah. Piagam Madinah dianggap sebagai peraturan Perundangan pertama yang dapat menjadi pedoman hukum masyarakat secara kenegaraan yang mampu menyatukan berbagai unsur dan elemen masyarakat tanpa memandang Suku, Agama, Ras, dan antar golongan (SARA), dengan menempatkan semua lapisan masyarakat sama kedudukannya di dalam negara.
Piagam madinah merupakan konstitusi negara yang pertama dalam Islam sekaligus konstitusi pertama tertulis di dunia yang paling moderat. Paling tidak berisi beberapa poin penting, di antaranya menetapkan adanya kebebasan beragama, kebebasan menyatakan pendapat, jaminan keselamatan harta benda, dan larangan orang melakukan kejahatan. Konstitusi ini jauh sebelum lahirnya konstitusi Internasional, serta peraturan tentang Hak Asasi Manusia (HAM), yang acapkali menjadi andalan hukum dunia.
Tidak hanya itu, Piagam madinah yang terdiri dari 10 BAB dan 47 Pasal, juga telah meletakkan dasar-dasar sosial-ekonomi, yakni kejujuran, keadilan, kesejahteraan, Persaudaraan, gotong royong, dan kemakmuran rakyat. Dimana telah diuraikan secara tersirat mengenai konsep kesejahteraan yang terdiri atas, Kemandirian ekonomi, negara yang memiliki kemandirian ekonomi tidak mudah untuk didikte dan diintervensi oleh pihak manapun, termasuk pihak asing.
Kedua kebebasan individu dalam beraktivitas konomi dan meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Merupakan suatu konsep yang sejalan dengan nilai-nilai fitrawi manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia, yang sejalan dengan maqashid syariah khususnya hifzul maal. Ketiga tentang keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap masyarakat kecil (miskin). Hal ini merupakan hal penting dalam kehidupan bernegara yang sekaligus merupakan perwujudan dari nilai-nilai keadilan. Hadirnya pemerintah memberi jaminan keberpihakan kepada rakyatnya terutama lapisan masyarakat miskin, agar tidak mudah ditindas dan tetap merasakan kesejahteraan dan ketentraman.
Keempat, tentang peran negara dalam mengatur dan mengontrol perdagangan ekspor dan impor. Kemampuan negara dalam mengatur lalulintas ekspor dan impor, terutama memastikan impor tidak lebih besar dari ekspor agar produk domestik pelaku ekonomi dan bisnis dapat terserap dengan baik di dalam negeri dan juga memastikan produk UMKM dapat diserap selain dalam negeri juga dapat difasilitasi untuk mendapatkan pasar di luar negeri, yang juga pada akhirnya mendatangkan devisa bagi negara, sehingga neraca perdagangan tetap dalam keadaan stabil bahkan surplus.
Kelima, tentang gotong royong dalam menjamin terselenggara pembangunan ekonomi masyarakat, bangsa dan negara. Ini merupakan salah satu perwujudan dari nilai-nilai persaudaraan. Menjaga persaudaraan dalam kegiatan ekonomi melalui semangat dan praktek gotong royong lebih memungkinkan terciptanya kesejahteraan dan kemakmuran bersama di tengah-tengah masyarakat.
Peristiwa Hijrah tersebut juga merupakan tonggak awal hadirnya sistem muamalah yang dipandang lebih berkeadilan dan berprikemanusiaan, terutama dalam hal ekonomi, yang dikenal dengan sebutan ekonomi Islam atau ekonomi syariah, sebagaimana yang telah tertuang dalam piagam madinah tersebut di atas.
Salah satu model ekonomi yang pernah diterapkan di dunia Islam, yang berawal dari best practice nabi Muhammad Saw, dalam bermuamalah dan berbisnis, ketika beliau bermitra dengan Khadijah dengan sistem konsinyasi. Beliau telah mencontohkan, praktek nilai-nilai kejujuran dalam menjaga amanah bisnis, kejujuran dalam berjualan, dan keadilan dalam menetapkan harga kepada fakir miskin, masyarakat ekonomi menengah, dan orang kaya ketika bertransaksi. Si kaya seringkali diajak bersedekah kepada si fakir melalui sistem subsidi silang harga dan keuntungan yang diberikan kepada si Miskin, sehingga si miskin juga dapat mendapatkan barang kebutuhannya dengan harga yang terjangkau, atas potongan harga yang nantinya dibebankan kepada keuntungan yang diperoleh dari transaksi bersama di Kaya.
Maka wajar ketika Maisarah tertegun dan terpesona dengan cara berbisnis Rasulullah, yang akhirnya tidak sabar untuk mempromosikan sikap dan akhlak Rasulullah dalam berbisnis kepada Khadijah yang menjadi cikal bakal lahirnya cinta dan pernikahan antara Rasulullah Saw dengan Khadijah.
Suatu praktek ekonomi yang mampu menempatkan hak-hak dan kewajiban para pelakunya sejajar dan adil. Mampu memberi ketenangan kepada semua pihak dalam bertransaksi karena adanya kejujuran, transparansi dan trust di dalamnya. Praktek yang tidak berani mengambil dan memakan hak orang lain tanpa adanya aktivitas yang bernilai ekonomi di dalamnya (riba), tidak berani menipu sesama pelaku ekonomi. Praktek yang terbebas dari tipu daya (gharar), unsur judi (maysir), praktek yang terbebas dari unsur-unsur keharaman dan kebathilan (MAGHRIB). Masih banyak lagi yang lainnya.
Di tengah ketidakpastian ekonomi dunia, di tengah maraknya penipuan aktivitas ekonomi dan bisnis. Di tengah maraknya praktek judi online, maraknya pinjaman online (pinjol) yang tidak bertanggung jawab dan menelan banyak korban, hingga mengkhiri hidup, tanpa pandang bulu, mulai dari pekerja kasar, hingga pekerja cerdas alias kaum berdasi.
Di saat kepentingan konglomerat lebih didahulukan dari kepentingan rakyat jelata. Di tengah munculnya kepentingan individu dan kelompok menjadi prioritas bisnis dengan mengabaikan hak-hak rakyat miskin. Saatnya hijrah secara muamalah terutama dalam berekonomi dan berbisnis (ekonomi syariah), baik dalam praktek keuangan maupun praktek di sektor rill. Demi terwujudnya tatanan ekonomi yang adil dan makmur dan membawa kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Makassar, 1 Muharram 1446H