Keteladanan Keluarga Nabi Ibrahim dalam Berqurban di Tengah Pandemi

  • 08:19 WITA
  • Admin
  • Artikel

Oleh: Samsul, S.A.B., M.A

Nabiullah Ibrahim as terkenal sebagai sosok nabi yang banyak memberi keteladanan dan inspirasi bagi umat manusia, termasuk kepada Rasulullah Saw. Beliau adalah sosok yang disebut sebagai Bapak para Rasul. Panutan bagi para rasul Bukan hanya dalam hal kehidupan keluarga/rumah tangga, namun juga dalam urusan kepemimpinan sosial kemasyarakatan, telebih dalam hal dakwah ilallah.

Wajar jika nama dan sepak terjangnya diabadikan di dalam Al-Qur'an oleh Allah SWT terutama dalam hal keteguhan iman dan taqwanya kepada Allah, hingga lahir perintah dan syariat Qurban, untuk setiap tahunnya kita jalankan. Paling tidak ada tiga Keteladanan Nabi Ibrahim sekeluarga yang patut dijadikan sebagai pelajaran dalam kehidupan kita hingga saat ini, kondisi serba ketidakpastian, suatu kondisi yang simpang siur antara kebenaran dan hoax, campur aduk antara informasi saintis dengan non ilmiah, yang semakin membawa kita pada situasi yang serba membingungkan. 

Pertama, Keteguhan dalam Do'a. 

Sejarah Qurban sesungguhnya berawal dari konsistensi Doa  nabi Ibrahim as untuk meminta seorang anak shaleh hingga usia tuanya. Namun berkat keteguhannya dalam berdoa akhirnya Allah SWT mengabulkan doanya dengan menagruniakan seorang anak shaleh nan sabar bernama Ismal as. Al-Qur'an telah mengabadikannya di dalam surah Ash-Shaffat: 100, 

"Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang shalih".

Kemudian Allah pun mengabulkan doa nabi Ibrahim tersebut. 

"Maka Kami beri dia khabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. (QS. Ash Shaffat: 101)

Dengan demikian pelajaran yang dapat kita petik di kondisi pandemi  saat ini, bahwa dalam menghadapi setiap masalah seperti saat ini, kita hendaknya memperbanyak doa kepada Allah SWT.

Saat ini ketika kita dihadapkan pada pandemi virus covid-19, seharusnya kita semakin memperbanyak doa dan memperkuatnya. Karena hanya Allah Yang Kuasa melindungi kita dan hanya Allah Yang Kuasa menjaga iman dan imun kita di saat segala asa dan usaha kita maksimalkan.

Kedua, Pendidikan anak

Meskipun terpisah jarak, Nabi Ibrahim senantiasa mendoakan keluarga dan buah hatinya agar senantiasa fokus dengan orientasi ukhrawi.

Parenting Nabi Ibrahim adalah parenting yang menjadikan aqidah sebagai pondasi. Jika anak memiliki aqidah yang lurus (salimul aqidah), orang tua boleh lebih tenang. Separuh tugasnya telah selesai. Sebab imanlah yang menjadi kunci utama masuk surga.

"Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.” (QS. Al-Baqarah: 132).

Keteladanan Nabi Ibrahim dan Bunda Hajar dalam mendidik buah hatinya dapat menjadi contoh bagi orang tua, terutama di masa pandemi seperti saat ini yang kemudian membuat anak-anak lebih banyak di rumah, belajar dari rumah. Merupakan kesempatan berharga bagi para orang tua untuk mendidik dan lebih dekat dengan buah sang buah hati, terutama dalam membersamai dan menanamkan nilai-nilai aqidah dan keimanan, khususnya dengan keteladanan dalam hal amal ibadah sehari-hari.

Ketiga, Ketaatan yang tulus. 

Ketaatan kepada Allah SWT  tanpa reserve atau dengan penuh keikhlasan.

Ketika mendapat perintah melalui mimpi untuk menyembelih Ismail, putra yang sangat dicintainya, Nabi Ibrahim tidak menolak perintah itu, tidak pula mencari-cari alasan untuk melalaikan perintah itu atau menundanya. Walau sesungguhnya perintah itu sangat berat bagi seorang Ibrahim sebagai manusia. Betapa tidak, anak pertama dan satu-satunya,  kelahirannya dinanti dan ditunggu-tunggu puluhan tahun harus dikorbankan, bahkan saat anaknya telah berusia beranjak remaja.

Tanpa ragu Nabi Ibrahim pun menyampaikan perintah itu kepada putranya.

"Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka fikirkanlah apa pendapatmu!” (QS. Ash Shaffat: 102)

Jawaban Nabi Ismail pun sungguh mengagumkan. Ia sama sekali tidak menolak perintah itu. Ia sama sekali tidak ragu untuk taat kepada Allah SWT, atas  segala perintah-Nya. Kemudian Allah mengabadikan jawaban nabi Ismail as dalam lanjutan ayat yang sama.

"Ia (Ismail) menjawab: “Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”. (QS. Ash-Shaffat: 102)

Sikap nabi Ibrahim dan Ismail tersebut sangat patut kita teladani. Ketaatan kepada Allah dengan taat tanpa syarat, yang akhirnya ketaatan tersebut berbuah manis. Nabi Ismail tidak jadi disembeliholeh nabi Ibrahim,  karena Allah telah menggantinya dengan domba yang besar sebagai sembelihan. Peristiwa ini kemudian Allah turunkan menjadi syariat qurban. 

Ketaatan kepada Allah harus selalu tertanam dalam jiwa kita. Baik di masa normal maupun di masa pandemi seperti saat ini. Baik saat bersama orang lain maupun tatkala sendiri.

Sumber Gambar: Kumparan.com