Oleh: Trimulato, S.E.I., M.S.I.*
*(Dosen Jurusan Perbankan Syariah UIN Alauddin Makassar)
Keberadaan bank syariah dengan bank konvensional begitu berbeda
dari banyak aspek, secara filosofi bank syariah lahir sebagai upaya agar
penghindaran dari transaksi yang dilarang khususnya dari transaksi ribawi.
Keberadaan bank syariah sebagai fungsi utamanya sebagai lembaga keuangan yang berbasis
syariah yang diharapkan mampu mendukung keberadaan sektor riil. Jika bank
konvensional menjalankan kegiatannya dengan menggunakan skema bunga maka bank
syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah dalam
menjalankan kegiatannya. Berbagai skema yang digunakan bank syariah, seperti
akad dengan pola titipan, akad dengan pola bagi hasil, pembiayaan dengan skema
jual beli, pembiayaan dengan skema sewa, pembiayaan dengan skema bagi hasil,
dan akad lainnya, termasuk adanya kegiatan penghimpunan dana sosial yang tidak
dimiliki oleh bank syariah. Transaksi kredit dengan pola pembebanan bunga di
konvensional, ini dilarang dalam kegiatan perbankan syariah sebagaimana fatwa
Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), nomor 1 tahun 2004
yang menegaskan bahwa bunga di bank konvensional merupakan riba yang dilarang
dalam Islam, dengan itu bank syariah lahir dengan menawarkan berbagai
produk-produk yang sesuai prinsip syariah. Secara landasan hukum juga berbeda
antara bank syariah dengan bank konvensional, jika bank konvensional
kegiatannya berdasarkan hukum positif seperti undang-undang (UU), Peraturan
Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan regulasi
lainnya, maka bank syariah diatur oleh dua landasan hukum yaitu berupa hukum
positif dan hukum normatif bersumber dari al-qur’an, hadist, dan ijma para
ulama yang tertuang dalam Fatwa DSN MUI. Jadi bank syariah diatur oleh dua
hukum sedangkan bank konvensional hanya satu.
Perbedaan lain terletak pada aspek pengawasan, hal ini karena
adanya hukum yang mengatur perbankan syariah yang berbeda dengan bank
konvensional sehingga bentuk pengawasannya menjadi berbeda antara keduanya,
jika bank konvensional memiliki dewan komisaris, maka bank syariah selain
memiliki dewan komisaris juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Kemudian
perbedaan juga terjadi pada produk-produk perbankan syariah yang semuanya
dijalankan sesuai prinsip syariah mengikuti fatwa DSN MUI. Beberapa produk
dapat ditawarkan di bank syariah dan tidak ditawarkan di bank konvensional
seperti produk Gadai Syariah. Termasuk dalam hal perlakuan denda, jika bank
konvensional mengenakan denda kemudian diklaim sebagai pendapatan perusahaan
dan dibelanjakan untuk perusahaan, maka berbeda dengan bank konvensional yang
mana setiap denda yang diperoleh tidak boleh diklaim sebagai pendapatan
melainkan harus masuk sebagai dana sosial yang kemudian akan disalurkan untuk
kegiatan sosial bukan untuk keperluan perusahaan. Perbedaan pada pengelolaan
sumber daya manusia, bank syariah membekali SDM dengan pengetahuan akan
prinsip-prinsip syariah, sehingga dapat menjalankan kegiatan perbankan yang
sesuai prinsip syariah. pengenalan terhadap produk-produk syariah,
transaksi-transaksi yang dilarang serta bentuk kegiatan yang tidak bertentangan
dengan prinsip syariah. Kemudian pada penerapan manajemen risiko di bank
syariah berbeda dengan risiko pada bank konvensional. Pada bank syariah sesuai
dengan Peraturan OJK nomor 65 tahun 2016 bahwa ada risiko yang dapat terjadi di
bank syariah dan tidak terjadi di bank konvensional yaitu adanya risiko imbal
hasil, dan risiko investasi. Kemudian perbedaan dari sisi layanan, setiap
nasabah akan mendapatkan pelayanan yang sesuai prinsip syariah, yang berbeda
dengan layanan di bank konvensional. Perbedaan pada penerapan akad-akad di bank
syariah, misalnya pada produk kartu kredit di bank syariah yang berbeda dengan
produk kartu kredit di bank konvensional. Bank syariah memiliki konsep bagi
hasil, yang memposisikan bank syariah dapat memperoleh pendapatan yang tidak
pasti, bank syariah dapat memperoleh keuntungan atau bahkan justru menanggung
kerugian dari pembiayaan yang disalurkannya jika menggunakan akad bagi hasil.
Hal seperti ini tidak ditemukan di bank konvensional yang menggunakan skema kredit
dengan beban bunga yang sudah pasti akan memperoleh keuntunggan. Kemudian
beberapa perbedaan lainnya yang menunjukkan adanya perbedaan antara bank
syariah dengan bank konvensional.
Mengapa perlu dikembangkan sistem perbankan syariah dan
relevansinya dalam konteks perekonomian di Indonesia. Sebagai fungsinya bank
syariah sebagai lembaga keuangan syariah yang harus mendukung perkembangan dari
sektor riil dengan keberadaan sektor keuangan. Relevansinya dengan perekonomian
di Indonesia, bahwa banyak usaha-usaha yang membutuhkan dorongan dalam bentuk
permodalan, maka dengan kehadiran bank syariah diharapkan mampu untuk memenuhi
modal para pelaku sektor riil untuk dapat menjalankan roda ekonomi, tanpa
terkecuali bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Disamping itu
Indonesia sebagai negara dengan mayoritas dan penduduk muslim terbesar harus
mampu memfalisitasi warganya transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah.
Dengan dikembangkannya perbankan syariah menjadi wadah bagi masyarakat untuk
memilih transaksi keuangannya yang sesuai dengan prinsip syariah dan
menghindarkan diri dari transaksi ribawi yang terdapat di bank konvensional.
Sebagai posisi bank syariah sebagai lembaga intermediary yang mempertemukan
pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang defisit dana, sehingga terjadi
distribusi pendapatan yang baik melalui bank syariah. Dengan berbagai produk
yang ditawarkan oleh bank syariah baik itu produk penghimpunan dana maupun
produk penyaluran dana maka akan menjadi pilihan bagi masyarakat dalam bertransaksi,
dan merasa nyaman karena sesuai prinsip syariah. Dengan dikembangkannya sistem
perbankan syariah di Indonesia akan mendorong kegiatan ekonomi pada banyak
sektor, pemenuhan akan modal dapat terpenuhi dengan adanya pembiayaan yang
disalurkan oleh perbankan syariah, para pelaku usaha dapat memperoleh modal
usaha untuk meningkatkan volume usaha yang dimilikinya, kemudian beberapa
proyek pembangunan negara dapat dibiayai melalui pembiayaan yang dimiliki oleh
bank syariah. Sebagaimana amanah dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 bahwa
bank syariah berkontribusi dalam pembangunan dan perekonomian. Bank syariah
juga dapat mendukung bisnis-bisnis halal yang sedang berkembang saat ini, yang
mana bisnis-bisnis halal tersebut membutuhkan bantuan dari aspek permodalan
untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Keberadaan bank syariah akan
mendukung kegiatan transaksi di tengah masyarakat dapat berfungsi melancarkan
sistem pembayaran secara domestik dan internasional. Pada level individu,
sebagai sarana pembayaran dengan model transfer antar nasabah untuk pemenuhan
sehari-hari. Kemudian sarana pembiayaan yang dimiliki bank syariah dapat
menjadi sarana bagi masyarakat yang hendak memperoleh sesuatu baik itu barang
maupun modal yang sesuai dengan prinsip syariah.