Perbedaan Perbankan Syariah dengan Perbankan Konvensional Serta Urgensi Sistem Perbankan Syariah

  • 10:37 WITA
  • Administrator
  • Artikel

Oleh: Trimulato, S.E.I., M.S.I.*

*(Dosen Jurusan Perbankan Syariah UIN Alauddin Makassar)

Keberadaan bank syariah dengan bank konvensional begitu berbeda dari banyak aspek, secara filosofi bank syariah lahir sebagai upaya agar penghindaran dari transaksi yang dilarang khususnya dari transaksi ribawi. Keberadaan bank syariah sebagai fungsi utamanya sebagai lembaga keuangan yang berbasis syariah yang diharapkan mampu mendukung keberadaan sektor riil. Jika bank konvensional menjalankan kegiatannya dengan menggunakan skema bunga maka bank syariah menggunakan akad-akad yang sesuai dengan prinsip syariah dalam menjalankan kegiatannya. Berbagai skema yang digunakan bank syariah, seperti akad dengan pola titipan, akad dengan pola bagi hasil, pembiayaan dengan skema jual beli, pembiayaan dengan skema sewa, pembiayaan dengan skema bagi hasil, dan akad lainnya, termasuk adanya kegiatan penghimpunan dana sosial yang tidak dimiliki oleh bank syariah. Transaksi kredit dengan pola pembebanan bunga di konvensional, ini dilarang dalam kegiatan perbankan syariah sebagaimana fatwa Dewan Syarian Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), nomor 1 tahun 2004 yang menegaskan bahwa bunga di bank konvensional merupakan riba yang dilarang dalam Islam, dengan itu bank syariah lahir dengan menawarkan berbagai produk-produk yang sesuai prinsip syariah. Secara landasan hukum juga berbeda antara bank syariah dengan bank konvensional, jika bank konvensional kegiatannya berdasarkan hukum positif seperti undang-undang (UU), Peraturan Bank Indonesia (PBI), Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK), dan regulasi lainnya, maka bank syariah diatur oleh dua landasan hukum yaitu berupa hukum positif dan hukum normatif bersumber dari al-qur’an, hadist, dan ijma para ulama yang tertuang dalam Fatwa DSN MUI. Jadi bank syariah diatur oleh dua hukum sedangkan bank konvensional hanya satu.

Perbedaan lain terletak pada aspek pengawasan, hal ini karena adanya hukum yang mengatur perbankan syariah yang berbeda dengan bank konvensional sehingga bentuk pengawasannya menjadi berbeda antara keduanya, jika bank konvensional memiliki dewan komisaris, maka bank syariah selain memiliki dewan komisaris juga memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS). Kemudian perbedaan juga terjadi pada produk-produk perbankan syariah yang semuanya dijalankan sesuai prinsip syariah mengikuti fatwa DSN MUI. Beberapa produk dapat ditawarkan di bank syariah dan tidak ditawarkan di bank konvensional seperti produk Gadai Syariah. Termasuk dalam hal perlakuan denda, jika bank konvensional mengenakan denda kemudian diklaim sebagai pendapatan perusahaan dan dibelanjakan untuk perusahaan, maka berbeda dengan bank konvensional yang mana setiap denda yang diperoleh tidak boleh diklaim sebagai pendapatan melainkan harus masuk sebagai dana sosial yang kemudian akan disalurkan untuk kegiatan sosial bukan untuk keperluan perusahaan. Perbedaan pada pengelolaan sumber daya manusia, bank syariah membekali SDM dengan pengetahuan akan prinsip-prinsip syariah, sehingga dapat menjalankan kegiatan perbankan yang sesuai prinsip syariah. pengenalan terhadap produk-produk syariah, transaksi-transaksi yang dilarang serta bentuk kegiatan yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Kemudian pada penerapan manajemen risiko di bank syariah berbeda dengan risiko pada bank konvensional. Pada bank syariah sesuai dengan Peraturan OJK nomor 65 tahun 2016 bahwa ada risiko yang dapat terjadi di bank syariah dan tidak terjadi di bank konvensional yaitu adanya risiko imbal hasil, dan risiko investasi. Kemudian perbedaan dari sisi layanan, setiap nasabah akan mendapatkan pelayanan yang sesuai prinsip syariah, yang berbeda dengan layanan di bank konvensional. Perbedaan pada penerapan akad-akad di bank syariah, misalnya pada produk kartu kredit di bank syariah yang berbeda dengan produk kartu kredit di bank konvensional. Bank syariah memiliki konsep bagi hasil, yang memposisikan bank syariah dapat memperoleh pendapatan yang tidak pasti, bank syariah dapat memperoleh keuntungan atau bahkan justru menanggung kerugian dari pembiayaan yang disalurkannya jika menggunakan akad bagi hasil. Hal seperti ini tidak ditemukan di bank konvensional yang menggunakan skema kredit dengan beban bunga yang sudah pasti akan memperoleh keuntunggan. Kemudian beberapa perbedaan lainnya yang menunjukkan adanya perbedaan antara bank syariah dengan bank konvensional.

Mengapa perlu dikembangkan sistem perbankan syariah dan relevansinya dalam konteks perekonomian di Indonesia. Sebagai fungsinya bank syariah sebagai lembaga keuangan syariah yang harus mendukung perkembangan dari sektor riil dengan keberadaan sektor keuangan. Relevansinya dengan perekonomian di Indonesia, bahwa banyak usaha-usaha yang membutuhkan dorongan dalam bentuk permodalan, maka dengan kehadiran bank syariah diharapkan mampu untuk memenuhi modal para pelaku sektor riil untuk dapat menjalankan roda ekonomi, tanpa terkecuali bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Disamping itu Indonesia sebagai negara dengan mayoritas dan penduduk muslim terbesar harus mampu memfalisitasi warganya transaksi yang sesuai dengan prinsip syariah. Dengan dikembangkannya perbankan syariah menjadi wadah bagi masyarakat untuk memilih transaksi keuangannya yang sesuai dengan prinsip syariah dan menghindarkan diri dari transaksi ribawi yang terdapat di bank konvensional. Sebagai posisi bank syariah sebagai lembaga intermediary yang mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang defisit dana, sehingga terjadi distribusi pendapatan yang baik melalui bank syariah. Dengan berbagai produk yang ditawarkan oleh bank syariah baik itu produk penghimpunan dana maupun produk penyaluran dana maka akan menjadi pilihan bagi masyarakat dalam bertransaksi, dan merasa nyaman karena sesuai prinsip syariah. Dengan dikembangkannya sistem perbankan syariah di Indonesia akan mendorong kegiatan ekonomi pada banyak sektor, pemenuhan akan modal dapat terpenuhi dengan adanya pembiayaan yang disalurkan oleh perbankan syariah, para pelaku usaha dapat memperoleh modal usaha untuk meningkatkan volume usaha yang dimilikinya, kemudian beberapa proyek pembangunan negara dapat dibiayai melalui pembiayaan yang dimiliki oleh bank syariah. Sebagaimana amanah dalam undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 bahwa bank syariah berkontribusi dalam pembangunan dan perekonomian. Bank syariah juga dapat mendukung bisnis-bisnis halal yang sedang berkembang saat ini, yang mana bisnis-bisnis halal tersebut membutuhkan bantuan dari aspek permodalan untuk tumbuh dan berkembang lebih baik lagi. Keberadaan bank syariah akan mendukung kegiatan transaksi di tengah masyarakat dapat berfungsi melancarkan sistem pembayaran secara domestik dan internasional. Pada level individu, sebagai sarana pembayaran dengan model transfer antar nasabah untuk pemenuhan sehari-hari. Kemudian sarana pembiayaan yang dimiliki bank syariah dapat menjadi sarana bagi masyarakat yang hendak memperoleh sesuatu baik itu barang maupun modal yang sesuai dengan prinsip syariah.